Bisnis MLM Menurut Islam - Anwariz Blog
MLM belakangan ini semakin banyak muncul, perusahaan-perusahaan yang  menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena  itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari’ah Islam. 
Perlu dicatat, bahwa perusahaan money game yang berkedok MLM bukanlah termasuk MLM.
Pakar marketing Don Failla, membagi marketing menjadi tiga macam.  Pertama, retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan langsung ke  konsumen), Ketiga, multi level marketing (pemasaran berjenjang melalui  jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan  sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di dunia  bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti pengusaha (baik  produsen maupun perusahaan MLM). Hal ini disebabkan karena adanya  penghematan biaya dalam iklan, Bisnis ini juga menguntungkan para  distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra Niaga) yang ingin bebas  (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi dan  inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan  usaha pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati  tidak saja manfaat produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk  insentif, hadiah-hadiah, haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan  hari tua dan bahkan kepemilikan saham perusahaan.
Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat  yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh, "Al-Ashlu fil  muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha"  (Pada dasarnya  segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip  yang melarangnya).
Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu cepat  dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat bahwa Islam  memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan  inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip  tentang pengembangan sistem  bisnis yaitu harus terbebas dari unsur  dharar (bahaya), jahalah  (ketidakjelasan) dan zhulm (merugikan atau tidak adil terhadap salah  satu pihak). Sistem pemberian bonus  harus adil, tidak menzalimi dan  tidak hanya menguntungkan orang yang di atas.
Bisnis juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur:
- Maysir (judi)
- Aniaya (zhulm)
- Gharar (penipuan)
- Haram
- Riba (bunga)
- Iktinaz atau Ihtikar
- Bathil
Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM, maka ia harus  terbebas dari  unsur-unsur di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang dibisniskan  serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram dan tidak syubhat  serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah di atas.
MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat (levelisasi)  mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai Islam  dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM  dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah.
Menurut Muhammad Hidayat,  Dewan Syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini  pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada  awal-awal Islam. Dakwah Islam pada  saat itu dilakukan melalui teori  gethok tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya.  Sehingga pada suatu ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat  kebanyakan.(Lihat, Azhari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah,  FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan  penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing yang  berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee,  bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang  anggota. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen  dan konsumen. Dalam istilah fikih Islam hal ini disebut  Samsarah/Simsar. 
(Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II, hlm 159).
Kegiatan samsarah  dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra  niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu suatu  transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau  bonus (ujrah) Semua ulama membolehkan akad seperti ini 
(Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus  memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping itu  komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi  kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan produk yang  tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran (iklan)  produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif  pada mereka yang  berprestasi. Islam  membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih  besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target  penjualan tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam  memperluas jaringan dan levelnya secara produktif. Kaidah Ushul Fiqh  mengatakan: “Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan  dan pada kadar kesungguhan”.
Penghargaan kepada Up Line yang mengembangkan jaringan (level) di  bawahnya (Down Line) dengan cara bersungguh-sungguh, memberikan  pembinaan (tarbiyah, pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah)  memang patut di lakukan. Dan atas jerih payahnya itu ia berhak mendapat  bonus dari perusahaan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah:  "Barangsiapa di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya  diberi pahala, serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi  sedikitpun" (hadist).
Baca:
Keuntungan Bergabung Bisnis MLM Syariah
3 Ide Bisnis Rumahan
Baca:
Keuntungan Bergabung Bisnis MLM Syariah
3 Ide Bisnis Rumahan
Intensif diberikan dengan merujuk skim ijarah. Intensif ditentukan oleh  dua kriteria, yaitu dari segi prestasi penjualan produk dan dari sisi  berapa berapa banyak down line yang dibina sehingga ikut menyukseskan  kinerja. 
Dalam hal menetapkan nilai insentif ini, ada tiga  syarat syari’ah yang  harus dipenuhi, yakni: adil, terbuka dan berorientasi falah (keuntungan  dunia dan akhirat). Insentif (bonus) seseorang (Upline) tidak boleh  mengurangi hak orang lain di bawahnya (downline), sehingga tidak ada  yang dizalimi. Sistem intensif juga harus transparan diinformasikan  kepada seluruh anggota, bahkan dalam menentukan sistemnya dan pembagian  insentif (bonus), para anggota perlu diikutsertakan.  
Dalam hal ini tetap dilakukan musyawarah, sehingga penetapan sistem  bonus tidak sepihak. Selanjutnya, keuntungan dalam bisnis MLM,  berorientasi pada keuntungan duniawi dan ukhrawi. Imam Al-Ghazali dalam  Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa keuntungan dalam Islam adalah keuntungan  dunia dan akhirat. Keuntungan akhirat maksudnya bahwa dengan  menjalankan bisnis itu, seseorang telah dianggap menjalankan ibadah  (asalkan bisnisnya sesuai dengan syari’ah). 
Dengan bisnis, seseorang  juga telah membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikannya  hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan penerimanya  dari takabur (bangga/sombong) dan kufur nikmat, apalagi melupakan Tuhan. Demikian bahasan seputar Bisnis MLM Menurut Islam



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 comments
Posting Komentar
Kami tunggu saran dan kritik via kolom komentar